Dari kebeningan jiwamu aku mengenal alif untuk bekal belajar memaknai kehidupan Guru…Alifmu kini telah mengantarku untuk mengenal Sang Maha Guru

Senin, 18 Oktober 2010

Guru Sang Pengubah

Guru kencing berdiri, murid kencing berlari, yang artinya murid biasanya bulat-bulat mencontoh gurunya, maka guru sebaiknya jangan memberikan contoh yang tidak baik.

Berburu ke padang datar
Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar
Bagaikan bunga kembang tak jadi

Ke hulu memotong pagar
Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar
Jangan jadi sesal kemudian


Dokumen Penghargaan Guru PAI dalam Lomba Kreasi Model Pembelajaran 2010

Guru perlu aktif mempromosikan nilai-nilai kewarganegaraan, perdamaian, dan keberagaman. Sebab, guru mengemban misi menyiapkan generasi penerus bangsa yang bertanggung jawab.

Guru juga harus membekali muridnya dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup.

Hal itu merupakan bagian dari seruan bersama para pemimpin lembaga internasional untuk memperingati Hari Guru Internasional yang jatuh pada hari Selasa (5/10/2010).

Seruan bersama di Jakarta itu datang dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNESCO), Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef), Program Pembangunan PBB (UNDP), Organisasi Buruh Internasional, dan Education International.

Para guru berperan untuk membangun harapan bangsa yang ingin memiliki generasi cinta damai dan hidup harmonis dalam keragaman. Sebab, banyak anak-anak saat ini mengalami trauma akibat menyaksikan kekerasan yang ekstrem, mengalami kehancuran rumah, dan kehilangan anggota keluarga.

Seruan dunia kepada guru itu, kata Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia Suparman, amat relevan dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini. Guru perlu ikut aktif memulihkan kondisi sosial masyarakat dengan mengampanyekan penghentian segala bentuk kekerasan dan konflik. Di sekolah, guru harus menerapkan sikap antidiskriminasi dan memahami keberagaman.

Pengamat pendidikan HAR Tilaar mengatakan, gesekan-gesekan sosial sering terjadi sebagai konsekuensi masyarakat Indonesia yang semakin tidak mengenal budaya Nusantara.

Pendidikan nasional tidak lagi memperkuat kebudayaan bangsa yang seharusnya diajarkan di sekolah. Ini terjadi karena pemerintah tak lagi menyatukan kedua unsur itu dalam satu departemen: pendidikan dan kebudayaan.

Tilaar menegaskan perlunya memperkuat pendidikan multikulturalisme di sekolah. Upaya itu penting untuk membentuk generasi muda yang mampu menghargai perbedaan budaya, agama, dan suku, serta keragaman lainnya.

”Pendidikan yang didesentralisasikan justru bisa mengancam. Bagaimana mau menyatukan bangsa Indonesia kalau guru terpaku di satu daerah. Ini karena guru sekarang jadi milik bupati atau wali kota,” katanya.

Setelah berbagai konflik melanda Indonesia berlatar belakang perbedaan agama dan suku, guru-guru mulai menyadari pentingnya membekali siswa dengan pendidikan damai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger

KATEGORI POSTING

Anda pengunjung ke-

blog counter

Mengenai Saya

Foto saya
TKnya di Jawa, Tepatnya di Magetan, SD Kelas 1-2 juga di Jawa, SD Kelas 3-6 di KalTim, MTs-MA juga di Kaltim, S1 IAIN Sukijo...

Arsip Blog

Diberdayakan oleh Blogger.